Opinion

Apa Arti Menjadi Seorang Perempuan?

Hari ini dirayakan sebagai IWD (International Woman Day). Kami sebagai perempuan, menjadi kepikiran, apa sih arti menjadi perempuan bagi kami?

Tanggal 8 Maret merupakan hari wanita sedunia, atau lebih tepatnya hari wanita pekerja sedunia. Hari ini diperingati sebagai hari dimana perempuan diakui memiliki kesetaraan dan keadilan dalam aspek sosial, ekonomi, kebudayaan, dan politik. Pada hari ini pula dianggap sebagai titik tolak gerakan kesetaraan gender. (sumber : internationalwomansday.com).

Apa jadinya kalau kita perempuan di berbagai belahan dunia tidak melakukan pergerakan persamaan hak? Jangankan bekerja anggota parlemen, untuk bisa memilih presiden atau bekerja diluar rumah saja mungkin tidak bisa. Pergerakan bukan hanya tentang menuntut hak perempuan untuk dapat bekerja sesuai dengan profesi yang ia minati, tetapi juga kesetaraan gender dalam dunia kerja.

Di luar apapun profesi maupun latar belakang kami, Kami berdua ingin sharing mengenai  ‘ apa arti menjadi seorang perempuan?”

Arien

Suatu hari saya bertemu teman laki-laki saya di satu pernikahan. Pendek cerita, dia mempertanyakan alasan saya lebih memilih mengambil S2 daripada menikah dulu (pada saat itu saya juga baru putus), kata-kata dia cukup membuat saya tertegun

“Lo bakal susah kalo cari pacar pas punya titel S2.

Cowok Indonesia males, Rin kalau ceweknya diatasnya dia. Gue sih nggak mau cewek gue kuliah terlalu tinggi, apalagi melebihi gue, pekerjaan juga begitu”

Kata-kata ini cukup mengagetkan karena, Orangtua saya tidak pernah memberikan konsep gender ini kepada saya. Saya tidak pernah dibatasi dalam hal pendidikan, profesi, ataupun kegiatan yang ingin saya lakukan. Saya hampir boleh melakukan apapun, berdandan seperti apapun, berpikir, berpendapat, atau berperilaku tanpa embel-embel “kamu itu perempuan, kamu harusnya…”. Nope, saya tidak pernah mendengar kata-kata itu dari bapak atau ibu saya. Apa yang laki-laki lakukan saya bisa lakukan sama baiknya, begitupun apa yang perempuan bisa lakukan, saya bisa lakukan dengan baik.

Mungkin menjadi perempuan adalah perjuangan, dan perang terbesar perempuan (Indonesia) adalah masyarakat itu sendiri.

Saya dianugrahi lingkungan yang penuh dengan wanita yang tidak terlalu konservatif, percaya diri, kuat dan ambisius (bila tidak mau disebut dominan). Akan tetapi saya tidak tahu pergulatan seperti apa yang dihadapi nenek saya yang kerjanya memberontak dan berakhir diikat di pohon pisang (saking nakalnya) di tengah lingkungan masyarakat jawa konservatif. Atau Ibu saya yang pada zamannya menikah sangat terlambat di usia 29 tahun dan menjadi pemberi nafkah utama keluarga saat krisis ekonomi. Atau kakak saya yang menjadi CEO suatu perusahaan dan menjadi atasan dari suaminya sendiri. Saya hanya bisa mendengar cerita perjuangan mereka membuktikan diri pada masyarakat yang menganggap apa yang mereka lakukan tidak sesuai atau salah menurut orang-orang dengan pandangan konservatif.

Perjuangan perempuan disekitar saya lebih berat, dalam membuktikan diri mereka, bahwa mereka bisa jadi apapun yang mereka kehendaki. Perang saya yang saya hadapi cuma dengan satu orang teman laki-laki saya dan saya dengan bangga menaklukan perang itu sebagai perempuan versi saya hehehehe.

“Kalau semua laki-laki Indonesia kaya gitu, berarti gue nggak akan cari cowo Indonesia untuk gue jadiin suami” (senyum lebar, ngeloyor pergi)

Sissy

Apa arti menjadi perempuan? Jujur sulit buat saya menjawab pertanyaan ini karena saya memang tidak pernah terlalu memikirkannya. Saya diajarkan kalau perbedaan laki-laki dan perempuan hanyalah sebatas fisik, sisanya apa yang laki-laki bisa capai perempuan juga akan bisa.

Kenyataan kalau pola pikir saya yang dominan dan cenderung agresif tidak cocok dengan stereotype perempuan di Indonesia mulai saya rasakan saat SMA dan kuliah. Ternyata memang sangat sedikit perempuan yang dididik dan punya pandangan mirip dengan saya. Bahkan sampai saat ini jumlah teman dekat perempuan saya tidak sampai jumlah jari di satu tangan.

Bukan sekali dua kali saya menyarankan agar perempuan Indonesia jangan berhenti bekerja setelah menikah. Well, mungkin saya akan dibashing kanan-kiri, tapi saya lebih suka bertanya balik.

Apakah kamu suka mendapatkan fasilitas? Suka khan? Emang ada yang nggak suka mendapatkan fasilitas.

Di Indonesia, perempuan pekerja mendapatkan fasilitas yang sama bahkan lebih. Kebanyakan perusahaan tidak mendiskriminasikan perempuan, gaji perempuan setara dengan laki-laki asalkan bisa memberikan hasil kerja yang setara (you paid for your work results after all), pelecehan seksual sangat jarang dilaporkan, kesempatan naik pangkat terbuka lebar dan belakangan banyak kantor mulai memberi fasilitas lebih seperti daycare, ruang menyusui, cuti hamil yang lebih fleksibel bahkan cuti menstruasi.

Bandingkan dengan cerita para perempuan pekerja di Amerika sana. Banyak perusahaan mendiskriminasikan, gaji yang tidak setara (gaji perempuan hanya 75% gaji laki-laki untuk jabatan yang sama), kasus pelecehan seksual sangat banyak, bahkan banyak dilaporkan perusahaan yang memberikan cuti menggunakan alasan pengambilan cuti hamil dan menstruasi sebagai penyebab penilaian performa yang buruk.

Mungkin buat saya, menjadi perempuan di Indonesia adalah kemudahan. Saya merasakan sendiri banyaknya kemudahan yang didapatkan oleh saya sebagai startup dengan menjual kata “womanpreneur” atau “mompreneur” misalnya pelatihan, beasiswa bahkan pendanaan investor khusus untuk perempuan. Please don’t blame me to use that status so much, because as a business owner you do everything to survive.

And really, survive as a professional working woman in Indonesia is not that hard.

Apa arti menjadi perempuan untuk kamu?


by Arien dan Sissy • Kakak beradik yang tagteam menulis buat inspirazzle dan sedang merayakan IWD. Follow Arien di instagram. Follow Sissy di Instagram, twitter, Blog dan Quora.